Mengenal Media Bimbingan dan Konseling Sekolah

Rt Fathia Dinillah

1134010118

Bimbingan dan Konseling Islam

Ratufathia38@gmail.com

ABSTRAK

Kemampuan menggunakan dan mengoperasionalkan media bimbingan dan konseling merupakan salah satu kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh konselor, karena dalam kegiatannya seorang konselor hendaknya mampu merancang, menggunakan, dan mengevaluasi efektivitas penggunaan media dalam pelayanan bimbingan dan konseling.

Di dalam penggunaan media bimbingan dan konseling seorang konselor perlu memperhatikan berbagai hal sebagai berikut ini:(a) analisis kebutuhan/permasalahan siswa (b) penentuan tujuan yang akan dicapai (c) analisis situasi dan kondisi sekolah (d) penentuan jenis kegiatan yang akan dilakukan (e) penentuan personel-personel yang akan melaksanakan, (f) perkiraaan biaya yang dimiliki sekolah, (g) mengantisipasi kemungkinan hambatan dalam penggunaan media bimbingan dan konseling, dan (i) waktu dan tempat untuk digunakannya media bimbingan dan konseling.

Pelayanan bimbingan dan konseling akan berjalan lebih baik dan menyenangkan apabila disertai dengan pemanfaatan media bimbingan dan konseling yang baik, terarah dan sistematis. Media komunikasi yang dimaksud adalah media untuk membantu pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah.

Penggunaan media bimbingan dan konseling ini memberikan dampak yang bermanfaat dan yang merugikan. Media bimbingan dan konseling akan memunculkan efek yang baik jika dijalankan oleh mereka yang paham media tersebut. Sebaliknya, media ini akan memberikan dampak negatif jika pelaksananya tidak memahami dampak yang akan ditimbulkan.

Kata kunci: Media, bimbingan dan konseling, sekolah.

A. Pendahuluan

Di dalam melaksanakan tugasnya, seorang konselor perlu mengenal berbagai jenis media, dan dapat memanfaatkan semaksimal mungkin agar pelayanan bimbingan dan konseling semakin maksimal, efektif, dan efisien. Kemampuan menggunakan dan mengoperasionalkan media bimbingan dan konseling merupakan salah satu kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh konselor, karena dalam kegiatannya seorang konselor hendaknya mampu merancang, menggunakan, dan mengevaluasi efektivitas penggunaan media dalam pelayanan bimbingan dan konseling.  Melalui perencanaan yang baik akan memperoleh kejelasan arah penggunaan media bimbingan dan konseling dan memudahkan untuk mengontrol kegiatan yang dilaksanakan. Oleh karena itu dalam penggunaan media bimbingan dan konseling seorang konselor perlu memperhatikan berbagai hal sebagai berikut ini:(a) analisis kebutuhan/permasalahan siswa (b) penentuan tujuan yang akan dicapai (c) analisis situasi dan kondisi sekolah (d) penentuan jenis kegiatan yang akan dilakukan (e) penentuan personel-personel yang akan melaksanakan, (f) perkiraaan biaya yang dimiliki sekolah, (g) mengantisipasi kemungkinan hambatan dalam penggunaan media bimbingan dan konseling, dan (i) waktu dan tempat untuk digunakannya media bimbingan dan konseling.

Penggunaan media bimbingan dan konseling perlu disadari bahwa berbeda dengan guru bidang studi lain karena sifat tugasnya, maka konselor hendaknya mampu mengalokasikan kegiatan yang ada di dalam kelas dan di luar kelas dengan media yang dapat mendukung kegiatan dimaksud sehingga kegiatan berjalan dengan baik dan dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Pelayanan bimbingan dan konseling akan berjalan lebih baik dan menyenangkan apabila disertai dengan pemanfaatan media bimbingan dan konseling yang baik, terarah dan sistematis. Hal ini merupakan manifestasi dan akumulasi kinerja konselor, dan pada gilirannya akan memberikan kesan bahwa konselor bekerja secara profesional dan cakap, efektif, dan efisien,  dan tidak gagap teknologi.

Seringkali ditemui dalam kegiatan layanan bimbingan dan  konseling di kelas, konselor/guru pembimbing menyampaikan materi bimbingan dan konseling kepada siswa hanya dengan mempergunakan cara-cara yang “kuno”. Dalam arti bahwa konselor/guru pembimbing hanya sebatas menjelaskan atau memberi ceramah kepada siswa. Keterbatasan metode ini akan membuat siswa merasa cepat bosan walaupun materi yang diberikan oleh konselor/guru pembimbing sebenarnya sangat menarik. Sadiman (2002) menyatakan bahwa kegiatan belajar dan kegiatan layanan bimbingan dan  konseling di kelas pada dasarnya adalah proses komunikasi. Hal ini menunjukkan bahwa konselor/guru pembimbing sebagai sumber informasi memiliki kebutuhan untuk menyampaikan informasi (materi bimbingan dan konseling) kepada siswa sebagai penerima informasi. Penyampaian informasi ini dapat melalui cara-cara biasa seperti berbicara kepada siswa, atau melalui perantara yang disebut sebagai media. Lebih lanjut, Briggs (dalam Sadiman, dkk, 2002) menyatakan bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar dan atau menerima layanan bimbingan dan konseling. Definisi tersebut mengarahkan kita untuk menarik suatu simpulan bahwa media adalah segala jenis (benda) perantara yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada orang yang membutuhkan informasi. Lebih singkatnya, dapat disajikan pada gambar sebagai berikut:

Lebih lanjut, dalam kegiatan layanan bimbingan dan  konseling dikenal pula istilah media bimbingan dan konseling. Suyitno (1997) menyatakan bahwa media bimbingan dan  konseling adalah suatu peralatan baik berupa perangkat lunak maupun perangkat keras yang berfungsi sebagai alat bantu bimbingan dan alat bantu mengajar. Sebagai alat bantu dalam kegiatan layanan bimbingan dan  konseling, maka media bimbingan ini akan disesuaikan dengan karakteristik masing-masing materi bimbingan dan konseling yang akan disajikan juga memperhatikan karakteristik siswa.

Pada pembahasan ini, media komunikasi yang dimaksud adalah media untuk membantu pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah. Beberapa media yang dimaksud adalah papan bimbingan, kotak masalah, Permainan Halma Manusia, Komputer (internet), peralatan audio seperti tape recorder dan peralatan visual seperti VCD/DVD.

B. Jenis-jenis Media

  1. Papan Bimbingan

Papan bimbingan merupakan media bimbingan dan konseling yang sangat murah, mudah pengadaannya, sangat efektif dilihat banyak siswa, tidak memerlukan perawatan khusus, dan sangat familier bagi guru, konselor, maupun siswa.  Papan bimbingan merupakan media untuk memberikan informasi, imbauan, tempat  menuangkan kreativitas, gagasan dan ide bagi siswa dan semua warga sekolah selama hal tersebut demi pertumbuhan dan perkembangan siswa. Papan bimbingan ini seringkali menjadi tempat semua siswa mendapatkan dan bahkan mencari informasi berkaitan dengan informasi belajar, karir/peluang kerja, dan studi lanjut, bahkan pencerahan spiritual untuk meningkatkan kadar keimanan dan pendidikan moral/akhlak mulia siswa.

Mengingat begitu pentingnya papan bimbingan bagi siswa maka menuntut para guru pembimbing/konselor untuk senantiasa menyajikan informasi yang up to date, dipajang dengan menarik, menggunakan bahasa lugas tetapi mengenai sasaran.  Guru pembimbing/konselor mempersilakan siswa untuk memberikan informasi seluas-luasnya selama itu berguna bagi perkembangan dan membuka wawasan siswa lainnya yang sebelumnya melalui pembimbingan/seizin guru pembimbing/konselor.  Jadi tidak selamanya guru pembimbing/konselor sekolah sibuk dan repot mencari data/informasi sendiri dan selanjutnya ditempel pada papan bimbingan, namun disadari bahwa siswa juga memiliki kemampuan luar biasa mencari informasi penting melalui internet yang dapat disebarluaskan kepada teman-temannya di sekolah melalui papan bimbingan.  Dengan demikian fungsi guru pembimbing/konselor hanya memotivasi siswa memanfaatkan semaksimal mungkin papan bimbingan baik untuk menerima informasi maupun memberikan sumbangan informasi pada bidang belajar, pribadi, sosial, karir, maupun kehidupan berkeagamaan/akhlak mulia. Dengan demikian begitu mudah kan sebenarnya memberikan pelayanan bimbingan dan konseling dengan media ini?

  1. Kotak Masalah

Disadari bahwa seseorang di dalam mengungkapkan masalah secara langsung itu tidak mudah dan tidak gampang. Sampai saat ini siswa masih takut atau mungkin masih malu karena berperasaan kalau dirinya datang kepada konselor/guru pembimbing dianggap orang bermasalah dan atau berkasus.  Siswa mungkin akan lebih mudah menyampaikan perasaannya melalui bahasa tulis dan disampaikan melalui kotak masalah.  Siswa yang bermasalah tidak ingin diketahui oleh banyak orang bahwa dirinya memiliki masalah.

Kondisi yang terjadi selama ini menurut pengamatan penulis tampaknya kotak masalahpun sering belum diminati siswa untuk memulai langkah awal mendapatkan pelayanan konseling. Mengapa demikian?  Menurut hemat penulis karena pengistilahan ‘kotak masalah’ itu sendiri memiliki konotasi negatif, dan memberikan rasa kurang nyaman bagi siswa sehingga tidak akan menggerakkan minat siswa untuk memanfaatkannya.  Saya menyarankan penyebutan ‘kotak masalah’ diganti dengan “kotak curhat”, atau “kotak konseling” yang pasti berkonotasi positif, dan lebih bersahabat untuk  mengajak siswa merasa ingin mendapatkan pelayanan mengatasi masalahnya.

Celakanya kotak masalah ini sepertinya tak ubahnya seperti kotak PPPK yang hanya dipajang dan tidak dibuka apabila tidak ada korban atau yang membutuhkan.  Mestinya kotak masalah tidak seperti kotak PPPK. Kotak masalah harus sering dibuka, syukur setiap hari, seperti kotak surat yang terdapat di depan kantor pos.  Apabila tidak ada suratnya, maka konselor berupaya bagaimana kotak masalah itu ada suratnya seperti seorang pengelola/pegawai pos.   Konselor aktif memeriksa dan memperhatikan kotak masalah setiap hari dan jangan sampai terjadi dibiarkan saja yang ternyata mungkin terdapat surat berisi keluhan bahwa ada siswa ingin mendapatkan bantuan konseling karena beratnya masalah yang dihadapi  tertanggal 1 (satu)  bulan yang lalu.  Konselor baru kecewa karena ternyata ada siswanya yang memerlukan pelayanan konseling segera tetapi sudah lewat dan tidak bisa diulang kembali.  Betapa dosanya guru pembimbing/konselor  dengan peristiwa ini karena telah membuat siswa merana berhari-hari bahkan berminggu-minggu karena tidak mendapatkan pelayanan konseling dari guru pembimbing/konselor.

  1. Permainan Halma Manusia

Halma dikenal sebagai alat bermain bagi anak-anak dengan cara memainkan bidak-bidak kecil berjalan melompati bagian bagian kosong untuk mencapai suatu puncak dan memenuhi semua area. Permainan halma manusia dapat digunakan sebagai media membentuk dinamika kelompok dan kemampuan bermain peran dan bersosialisasi. Permainan halma manusia dipandu oleh seorang atau dua orang konselor/guru pembimbing di dalam melaksanakan bimbingan kelompok.  Jadi permainan halma merupakan media untuk membangun dinamika kelompok sambil bermain dan melaksanakan bimbingan kelompok, sehingga anggota bimbingan kelompok berjalan lebih bervariatif dan lebih hidup.

  1. Komputer

Dalam era informasi, peranan computer sebagai media pendidikan dan komunikasi sangat penting peranannya.  Komputer diperlukan sebagai media penyampaian materi pelayanan bimbingan dan konseling, dan sebagai alat bantu menganalisis data untuk pelayanan bimbingan dan konseling yang cepat, tepat dan terarah.  Sebagai contoh, zaman dahulu untuk menganalisis data sosiogram, dan sosiometri diperlukan cara manual dan sangat lama waktunya, dan kadangkala hasilnya juga kurang akurat karena kesalahan analisis akibat kelelahan.

Begitu pula dengan menganalisis masalah melalui alat ungkap masalah dan atau DCM. Terdapat rumus dan program pelayanan komputer untuk menganalisis data masalah dan berbagai jenisnya yang dihadapi siswa sebagai pribadi maupun semua siswa di sekolah sehingga mampu menyediakan data ungkapan masalah siswa secara cepat dan akurat baik berupa table, narasi, dan bahkan diagram maupun grafiknya sehingga pihak yang memerlukan sangat mudah memahami sajian data dimaksud.

Penyajian power point dengan berbagai animasinya sangat membantu memperdalam pembahasan, sangat cepat penyajiannya, dan lebih menarik sehingga siswa akan menikmati berbagai layanan bimbingan dan konseling dengan lebih bergairah, lebih merasa terlibat, dan tidak jemu.  Kalau zaman dahulu konselor memberikan layanan bimbingan kelompok membahas topic NARKOBA  misalnya, konselor/guru pembimbing hanya menggunakan metode ceramah dan media gambar poster saja, sekarang, konselor/guru pembimbing bisa dengan menggunakan metode dan media yang lebih bervariatif.  Konselor hanya menghantarkan suatu topic Narkoba, selanjutnya siswa dipersilakan melihat filmnya yang diputarkan konselor/guru pembimbing, selanjutnya konselor/guru pembimbing mengajak siswa berdiskusi tentang film yang baru saja ditontonnya.  Suasana bimbingan kelompok akan lebih hidup, dinamis, siswa tidak merasa digurui, dan siswa merasa lebih terlibat dalam aktivitas bimbingan kelompok.

Data-data yang didapat oleh siswa dari komputer (internet) pada akhirnya menjadi suatu dasar pilihan yang dapat dipertanggungjawabkan. Tentu saja, pendampingan konselor sekolah dalam hal ini sangat diperlukan. Sampsons (2000) mengungkapkan bahwa fasilitas di internet dapat dapat dipergunakan untuk melakukan testing bagi siswa. Tentu saja hal ini harus didasari pada kebutuhan siswa.

Komputer dalam situasi lainnya sangat berperan dalam pelayanan bimbingan dan konseling, maka peranan konselor/guru pembimbing di dalam memanfaatkan komputer hendaknya sudah menjadikan keharusan.  Tidak ada kata terlambat untuk belajar komputer walaupun usia boleh senja.

  1. Peralatan Audio

Perkembangan peralatan audio saat ini juga mengalami perkembangan yang pesat. Peralatan audio yang di pergunakan dalam proses bimbingan dan konseling seperti radio dan tape recorder.

Radio dapat dimanfaatkan oleh siswa dan siapa saja sebagai sumber berita yang sedang in atau up to date.  Kecanggihan pesawat handphone dengan dilengkapi radio dan alat perekam dan kamera  semakin memberikan kemudahan siswa mendapatkan akses informasi secara cepat dan universal.  Sambil membaca siswa dapat mendengarkan berita dan atau musik sehingga membangun suasana belajar lebih menyenangkan dan bisa di luar ruangan.

Sementara itu penggunaan tape recorder  antara lain adalah untuk merekam sesi konseling dan memutar kembali hasil-hasil yang diperoleh selama sesi konseling. Tape recorder membutuhkan kaset untuk bisa melakukan tindakan perekaman. Kaset memiliki pita magnetik yang berfungsi untuk menyimpan data atau informasi percakapan.

Saat ini telah berkembang alat perekam yang tidak membutuhkan pita perekam.  Alat ini disebut MP3 dan MP4. Ukuran MP3 dan MP4 saat ini amat kecil jika dibandingkan dengan sebuah mini tape recorder biasa.

Alat visual dapat bermacam-macam ragamnya seperti video player dan VCD/DVD player. Mulai dari merekam gambar sampai dengan menampilkan gambar. Bahkan seringkali dijumpai mutu gambar yang tidak bagus dan bahkan mudah rusak. Sehingga lambat laun peralatan ini mulai ditinggalkan. Untuk menghasilkan sebuah hasil rekaman yang baik, dibutuhkan kamera perekam yang lumayan besar dan berat, selain itu kaset yang dipergunakan juga relatif besar, sehingga dipandang tidak praktis. Terlebih, hasil rekaman seringkali tidak begitu jernih. Saat ini telah berkembang alat perekam (handycam) yang secara langsung dapat merekam gambar langsung ke dalam keping VCD/DVD. Dengan kata lain, pengoperasian VCD/DVD ke player akan semakin mudah.

C. Kelemahan dan Keunggulan Penggunaan Media dalam Konseling

Penggunaan komputer di kelas sebagai media bimbingan dan konseling akan memiliki beberapa keuntungan seperti yang dinyatakan oleh Baggerly sebagai berikut:

  1. Akan meningkatkan kreativitas, meningkatkan keingintahuan dan memberikan variasi pengajaran, sehingga kelas akan menjadi lebih menarik;
  2. Akan meningkatkan kunjungan ke web site, terutama yang berhubungan dengan kebutuhan siswa;
  3. Konselor akan memiliki pandangan yang baik dan bijaksana terhadap materi yang diberikan;
  4. Akan memunculkan respon yang positif terhadap penggunaan email;
  5. Tidak akan memunculkan kebosanan;
  6. Dapat ditemukan silabus, kurikulum dan lain sebagainya melalui website; dan
  7. Terdapat pengaturan pelayanan BK secara lebih baik.

Perilaku-perilaku yang tampak pada tayangan mellui VCD/DVD tersebut dipergunakan oleh konselor untuk merubah perilaku klien yang tidak diinginkan (Alssid & Hitchinson, 1977; Ivey, 1971, dalam Baggerly 2002). Dalam proses pendidikan konselor pun, penggunaan video modeling ini juga dipergunakan untuk meningkatkan keterampilan dan prinsip konseling yang akan dikembangkan bagi calon konselor (Koch & Dollarhide, 2000, dalam Baggerly, 2002).

Sebelum VCD/DVD player ini ditayangkan, seorang konselor sebaiknya memberikan arahan terlebih dahulu kepada siswa tentang alasan ditayangkannya sebuah film. Hal ini sangat penting, sebab dengan memiliki gambaran dan tujuan film tersebut ditayangkan, maka siswa akan memiliki kerangka berpikir yang sama. Setelah film selesai ditayangkan, maka konselor meminta siswa untuk memberikan tanggapan terhadap apa yang telah mereka lihat. Tanggapan-tanggapan ini pada akhirnya akan mempengaruhi bagaimana klien berpikir dan bersikap, yang kemudian diharapkan akan dapat merubah perilaku klien atau siswa.

Pelling (2002) menyatakan bahwa, walaupun saat ini masyarakat sangat tergantung pada teknologi, tetapi di lain pihak, masih banyak diantara kita yang mengalami ketakutan untuk mempergunakan teknologi. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar masyarakat kita masih percaya bahwa pernyataan-pernyataan yang diberikan oleh orang tua atau orang yang dituakan masih dianggap lebih baik. Hal ini tidak lepas dari budaya paternalistik yang melingkupi masyarakat kita. Sebaik apapun teknologi yang berkembang, tetapi jika pola pikir masyarakat masih terkungkung dengan nilai-nilai yang diyakini benar, maka data atau informasi yang didapat seakan-akan menjadi tidak berguna. Walaupun ragam media sudah bermacam-macam, tetapi media ini seringkali masih belum bisa menyentuh sisi afektif seseorang. Dalam bimbingan dan konseling dikenal istilah empati. Penggunaan media, seringkali pula akan “menghilangkan” empati konselor, jika konselor mempergunakan media sebagai alat bantu utama. Klien datang ke ruang konseling tidak selalu membutuhkan informasi dari internet atau komputer, bahkan ada kemungkinan klien atau siswa datang ke ruang konseling juga tidak membutuhkan bantuan dari konselor secara langsung melalui proses konseling. Tetapi adakalanya, siswa atau klien datang ke ruang konseling hanya ingin mendapatkan senyuman dari konselor atau penerimaan tanpa syarat dari konselor. Sebagai benda mati, peralatan teknologi yang ada saat ini hanya bisa bermanfaat jika dimanfaatkan oleh mereka yang memahami penggunaan masing-masing alat tersebut. Artinya penggunaan teknologi ini akan memunculkan efek yang baik jika dijalankan oleh mereka yang paham peralatan tersebut. Sebaliknya, peralatan ini akan memberikan dampak negatif jika pelaksananya tidak memahami dampak yang akan ditimbulkan. Banyak contoh kasus dampak negatif penyalahgunaan teknologi informasi seperti beredarnya rekaman video porno di ponsel, beredarnya video porno bajakan yang dilakukan oleh siswa-siswa kita dan lain sebagainya.

  1. Peran Media

Tidak dapat disangkal bahwa saat ini kita hidup dalam dunia teknologi. Hampir seluruh sisi kehidupan kita bergantung pada kecanggihan teknologi, terutama teknologi komunikasi. Bahkan, menurut Pelling (2002) ketergantungan kepada teknologi ini tidak saja di kantor, tetapi sampai di rumah-rumah. Bimbingan dan konseling sebagai usaha bantuan kepada siswa, saat ini telah mengalami perubahan-perubahan yang sangat cepat. Perubahan ini dapat ditemukan pada bagaimana teori-teori bimbingan dan konseling muncul sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau bagaimana media teknologi bersinggungan dengan layanan bimbingan dan konseling. Media dalam layanan bimbingan dan konseling antara lain adalah komputer dan perangkat audio visual.

Komputer merupakan salah satu media yang dapat dipergunakan oleh konselor dalam proses konseling. Pelling (2002) menyatakan bahwa penggunaan komputer (internet) dapat dipergunakan untuk membantu siswa dalam proses pilihan karir sampai pada tahap pengambilan keputusan pilihan karir. Hal ini sangat memungkinkan, karena dengan membuka internet, maka siswa akan dapat melihat banyak informasi atau data yang dibutuhkan untuk menentukan pilihan studi lanjut atau pilihan karirnya. Data-data yang didapat melalui internet (komputer), dapat dianggap sebagai data yang dapat dipertanggungjawabkan dan masuk akal (Pearson, dalam Pelling 2002; Hohenshill, 2000). Data atau informasi yang didapat melalui internet adalah data-data yang sudah memiliki tingkat validitas tinggi. Hal ini sangat beralasan, karena data yang ada di internet dapat dibaca oleh semua orang di muka bumi.

D. Kesimpulan

Para pakar yang berpandangan fenomenologis (Boy dan Pine,1968) merinci tugas-tugas konselor sekolah dikaitkan dengan fungsi-fungsi spesialis bimbingan dan konseling profesional dalam bidang pendidikan, yaitu: Non-profesional yang termasuk di dalam tugas bimbingan, Bimbingan professional, Bimbingan yang diintegrasikan di dalam konseling, Fungsi-fungsi konseling.

Media adalah apa saja yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pemberi pesan kepada penerima pesan. Penggolongan media : media yang tidak diproyeksikan realia model grafis bahan cetak display, media audio visual display, media audio, media video, audio visual, media yang dapat diproyeksikan ohp (overhead transparansi) slide media berbantuan computer.

Referensi

Baggerly, Jennifer. 2002. Practical Technological Applications to Promote Pedagogical Principles and Active Learning in Counselor Education. Journal of Technology in Counseling. Vol. 22.

Hartono., Soedarmadji, Boy. 2005. Psikologi Konseling. Surabaya: Universit Press UNIPA Surabaya.

Hohenshill, Thomas, H. 2000. High Tech Counseling. Journal of Counseling and Development. V 78: 365-368.

Menanti, Asih. 2005. Konseling Indigenous. Makalah disampaikan pada Konvensi Nasional ABKIN di Bandung 2005.

Tinggalkan komentar